Kalender Jawa, sebuah warisan budaya leluhur yang sarat makna dan tradisi, menemani perjalanan masyarakat Jawa sejak berabad silam. Lebih dari sekadar penanda waktu, kalender ini merupakan perpaduan harmonis antara kosmologi, spiritualitas, dan kearifan lokal yang mewarnai kehidupan masyarakat Jawa.
Di era modern, penggunaan Kalender Jawa di tengah masyarakat mengalami pasang surut. Tantangan seperti modernisasi dan globalisasi dapat menggeser tradisi dan nilai-nilai budaya tradisional.
Upaya pelestarian perlu dilakukan, seperti :Sejarah dan Perkembangan Kalender Jawa
Akar sejarah Kalender Jawa tertanam dalam peradaban Hindu-Buddha yang pernah berjaya di Nusantara. Sistem penanggalan Hindu Saka, dengan siklus 365 hari, menjadi fondasi utama.
Di kemudian hari, pengaruh Islam pun turut mewarnai, melahirkan sistem penanggalan Jawa Islam yang memadukan perhitungan lunar dan solar.
Kalender Jawa menggunakan dua siklus, yaitu siklus kalender Masehi dan pasaran Jawa.
Siklus kalender Masehi terdiri dari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Minggu. Sedangkan siklus pasaran Jawa terdiri dari Pahing, Pon, Legi, Wage, dan Kliwon.
Unsur Penting Kalender Jawa
Kalender Jawa memiliki struktur unik yang terdiri dari beberapa elemen penting:
- 1. Tahun:
- Tahun Saka: Berbasis perhitungan matahari, dimulai dari tahun 78 Masehi.
- Tahun Hijriah: Berbasis perhitungan bulan, digunakan untuk menentukan hari-hari besar Islam.
- 2. Bulan:
- Terdiri dari 12 bulan, dengan nama-nama yang mencerminkan fenomena alam dan tradisi Jawa, seperti: Sura, Selo, Sadha, dan Bakda Mulud.
- 3. Hari:
- Satu minggu terdiri dari 7 hari, sama dengan sistem penanggalan Gregorian.
- Ada pula siklus 5 hari pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon) yang dipadukan dengan 7 hari dalam seminggu.
- 4. Wuku:
- Kata "wuku" sendiri berarti minggu dalam bahasa Jawa, dan sistem ini berdasarkan pada siklus tujuh hari. Setiap wuku berlangsung selama satu minggu, dan total ada 30 wuku berbeda dalam kalender Jawa.
- Setiap wuku memiliki nama dan makna simbolis yang berkaitan dengan pertanian, adat istiadat, dan spiritualitas. Nama - Nama wuku jawa yaitu (1) Sinta, (2) Landep, (3) Wukir, (4) Kurantil, (5) Tolu, (6) Gumbreg, (7) Warigalit, (8) Warigagung, (9) Julungwangi, (10) Sungsang, (11) Galungan, (12) Kuningan, (13) Langkir, (14) Mondosio, (15) Julung Pujud, (16) Pahang, (17) Kuruwelut, (18) Mrakeh, (19) Tambir, (20) Medangkungan, (21) Maktal, (22) Wuye, (23) Menail, (24) Prangbakat, (25) Bala, (26) Wugu, (27) Wayang, (28) Klawu, (29) Dukut, (30) Watugunung.
Peran dan Manfaat Kalender Jawa dalam Kehidupan Masyarakat
Kalender Jawa bukan sekadar penanda waktu, tetapi juga berperan dalam:
Digunakan untuk menentukan hari yang dianggap baik untuk berbagai kegiatan, seperti pernikahan, memulai usaha, atau pindah rumah.
Kalender Jawa menjadi acuan dalam berbagai tradisi dan ritual adat Jawa, seperti Sadranan, Ruwahan, dan Sekaten.
Kalender Jawa mencerminkan kearifan lokal masyarakat Jawa dalam memahami hubungan manusia dengan alam semesta.
Menjadi bagian integral dari identitas budaya Jawa yang perlu dilestarikan dan diwariskan kepada generasi penerus.
Kesimpulan:
Kalender Jawa bukan sekadar penanggalan, tetapi sebuah warisan budaya yang sarat makna dan nilai. Melestarikan Kalender Jawa berarti menjaga identitas budaya dan kearifan lokal yang tak ternilai.
Mari bersama kita jaga dan lestarikan warisan budaya bangsa ini, demi masa depan yang kaya akan tradisi dan nilai-nilai luhur.